Friday, November 6, 2020

MIGRASI: EPISODE 2

 


EPISODE 2

MELEWATI WAKTU YANG SEMPURNA

Greg Gumilang.

Saat itu berusia 40 tahun.

Pria tampan yang cerdas dan rendah hati.
Ia selalu memulai hari dengan membuka matanya dengan bersyukur.

Beribadah dilanjutkan dengan sedikit berolah raga, sarapan, dan acara rutin… masuk ruang kerja.

Keseharian yang sederhana.

Pagi ini Greg submit 1 artikel dan seperti biasanya, dia dan Viola menyelingi kegiatan masing-masing dengan ngobrol.

“Sayang, jika hal ini terwujud, mau pilih tinggal di mana?” Greg memandang Viola dengan lembut.

Gagasan MIGRASI tengah berkecamuk dalam benaknya. Masih sangat dini untuk menjamin terwujudnya harapan pria ilmuwan muda ini. Namun ia sungguh serius untuk terus mengusung hal ini dalam setiap karya dan kesempatan.

Viola tersenyum sekilas, " Di mana saja yang kau mau, aku akan bersamamu," Viola menatap suaminya dengan wajah lucu.

“Hahaha…” Greg tahu, istrinya senang menggodanya jika ia terlalu serius. Tapi ia juga tahu, istrinya saat ini sedang fokus mengerjakan sesuatu terkait karyanya yang akan dipatenkan.

Pagi itu mereka tak banyak bicara.

Viola yang justru menurut Greg terlihat sangat serius dan karena itu Greg tak lagi berkehendak melanjutkan percakapan.

Ia tak menanyakan apapun lagi pada istrinya.

Komputer di depannya masih menyala. Namun ia ingin sejenak beralih.

Greg berdiri dan sedikit melakukan gerakan-gerakan senam untuk merilekskan tubuhnya.

Usai mengerjakan sesuatu dengan tuntas, Greg telah terbiasa memberikan penghargaan pada dirinya sendiri dengan melalukan hal-hal lain yang berbeda, hal yang ia sukai dan membuatnya merasa nyaman untuk kemudian bekerja kembali. Misalnya senam santai atau mendengarkan musik, atau sekedar membuat sketsa gambar sesuatu.

Mobile phonenya berdering.
“Selamat pagi Pak Greg, maaf mengganggu. Saya mengingatkan jam 4 sore hari ini anda mempunyai jadwal workshop,” Jessica sekretaris mereka menelpon dari kantor.

Kantor mereka terletak pada bagian depan, berada 1 halaman dengan rumah. Greg dan Viola menerapkan konsep home office untuk aktivitas mereka.

“Terima kasih Jessica, saya akan online dari ruang kerja saya untuk ngajar di workshop nanti sore.” Greg menjawab. Ia sudah siap untuk workshop daring hari ini.

Greg melakukan berbagai sosialisasi untuk gagasan MIGRASI melalui jurnal, membuat buku, hingga acara workshop.

Greg berdiri dari kursi kerjanya dan pindah beralih duduk tempat yang lebih santai di sofa.

Dilihatnya Viola masih serius.
Greg tersenyum, inilah dunia kecil kami, dan kami mensyukurinya. Demikian Greg berucap dalam hatinya.

Grek duduk di sofa yang nyaman.

Ia memilih lagu dan menikmati lagu pilihannya dengan menggunakan head set. Musik lembut mengalun, ia kemudian teringat Vianda adik satu-satunya. Teringat masa-masa pertumbuhan mereka yang manis di tanah kelahirannya.

Mereka berdua tumbuh di keluarga yang hangat, dan sangat peduli akan kebaikan hidup.

Flash back

Greg Gumilang.

Terlahir dari keluarga kaya raya, anak pertama seorang pengusaha sukses dengan masa kecil yang sangat bahagia.

Siang itu Greg berjalan beriringan dengan Vianda, keluar dari halaman sekolah.

Perbedaan usia yang tak jauh, hanya 2 tahun membuat mereka terlihat seperti berteman.

Pergi dan pulang sekolah mereka selalu berjalan kaki bersama.

Siang itu cukup terik, Grek melepas topi yang dikenakannya. Ia tahu adiknya pasti lupa membawa topi sekolah. “Pakai ini…” Greg menyerahkan topinya pada Vianda. Wajah Greg dingin tanpa ekspresi.

Wajah Vinda memperlihatkan ungkapan menyesal, ia lupa membawa topinya. Segera ia menerima topi kakaknya. Ia tahu, Greg pantang ditolak. Greg selalu melindunginya.

Musik yang lembut membuatnya rileks setelah seminggu ini berkutat menyelesaikan artikel terbarunya.

Greg menarik napas panjang, saat ini ia merindukan adiknya. Apa lagi jika mengingat masa kecil mereka.

Greg mengambil mobile phonenya, “Hi adee…” ia menyapa Vianda. Pesan masuk namun belum direspon.

Vianda kini telah menjelma menjadi seorang wanita dewasa yang cantik, ibu dari dua anak gadis.

Vianda berhasil mengelola sekolah musik dan memiliki berbagai prestasi nasional dan internasional di bidang musik.

Saat ini di sekolah musiknya dia sedang mengembangkan aransemen musik berbasis alat musik tradisional.

Mereka berdua, Greg dan Vianda tumbuh sehat fisik dan jiwa. Mereka mudah bergaul dan disukai oleh siapa saja disekelilingnya.

Mereka mendapatkan kasih sayang yang sangat tulus dari kedua orang tuanya. Masa kecil mereka benar-benar sempurna.

Saat itu…
Kehidupan di megapolitan yang gemerlap, di tengah kekayaan dan ketenaran keluarganya, ayah dan ibu mereka tetap mampu membuat Greg dan Vianda tumbuh normal. Kedua orang tua mereka tetap mampu membuat anak-anaknya merasa menjadi orang biasa.

Dengan kekayaan yang melimpah, ayah dan ibu mereka hidup sederhana. Mereka hanya membeli barang berdasarkan kebutuhan, dan cukup dengan apa yang ada, menata rumah mereka dengan rapi.

Orang tua mereka memilih sekolah di dekat rumah dan menyekolahkan kedua anaknya di sana hingga tamat sekolah menengah atas.

Perjalanan Greg dan Vianda setiap kali dari rumah menuju sekolah telah membuat mereka melihat kenyataan di sekitarnya.

Mereka tumbuh menjadi remaja yang peka terhadap lingkungan.

Suatu ketika, Ayah mereka mengajak mereka berdua berjalan menuju ke sungai yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.

Di tepi sungai itu ayah berkata, “Lihat baik-baik, rekam dan tulis apapun yang kalian lihat di sini, nanti malam setelah makan malam kita diskusi.” Waktu yang diberikan 30 menit dan mereka boleh memotret dan menulis.

Sementara ayah memperhatikan mereka yang sedang diberi pelajaran tentang kehidupan.

Itulah yang diajarkan kedua orang tuanya.

Belajar melalui pengalaman.

Malam hari usai makan malam, Greg dan Vianda siap berdiskuai dengan ayah mereka.

Ibu juga siap menjadi penikmat diskusi mereka dan sesekali ikut dalam diskusi.

Seperti itu yang dilakukan, seminggu sekali mereka memiliki waktu khusus bersama kedua orang tua untuk belajar kehidupan. Diakhir diskusi, Greg atau Vianda akan menyimpulkan hasilnya.

Ini berlangsung hingga Greg selesai kuliah menjadi seorang sarjana sosiologi dan hanya berhenti karena ia melanjutkan magisternya di Jerman, dan mengambil doktor dengan konsentrasi pada pengembangan masyarakat.

Vianda setelah tamat sekolah menengah atas menempuh sekolah musik di Perancis dan justru lebih dulu meninggalkan negerinya dibandingkan Greg yang menyelesaikan kuliahnya di universitas negeri terbaik yang memiliki bidang ilmu sosiologi.

Greg telah tumbuh menjadi seorang anak yang dapat diandalkan, dan menjadi teladan dan pelindung bagi adiknya.

Greg sangat menyayangi Vianda.

Ayah Greg.
Gumilang Aditama seorang pengusaha sukses yang telah berhasil membangun beberapa kota baru di negaranya.

Walau telah menjadi seorang pengusaha sukses, Gumilang Aditama tetap memilih kehidupan keseharian yang sederhana.

Ia membeli lahan yang cukup luas dan membangun rumahnya yang nyaman di tengah permukiman penduduk.

Lahan yang luas di mana rumahnya dibangun dijadikannya sebuah taman yang dapat dikunjungi masyarakat sekitar atau siapa saja yang mau.

Ia memilih keluarganya tetap tinggal di suasana ‘kampung’ di tengah megapolitan dan memilih bertumbuh dan berkembang bersama masyarakat sekitar.

Arthika sang istri, ibu Greg dan Vianda sama sekali tak terlihat seperti seorang istri pengusaha sukses.

Arthika, Mama Greg adalah wanita cerdas dan cantik keturunan Jerman-Indonesia, seorang spesialis bidang keuangan.

Arthika memilih berkarir di rumah dan menjadi pendamping Gumilang Aditama. Ia mendukung dan berperan sebagai pemberi ide untuk bisnis mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, dan kini mereka berjauhan namun selalu berkabar.

Greg tersenyum.

Mobile phonenya bergetar.

Vianda membalas pesannya…“Hi kakaaak…” Vianda mengirim foto selfinya bersama ayah dan ibu mereka.

Ayah dan ibu masih terlihat segar dan di sana ada kedua gadis ponakannya yang cantik.

Mereka nampak bahagia.
Mereka tertawa, di sana juga ada Jose… Pria Perancis yang baik hati dan sangat santun yang kini menjadi adik iparnya.

Betapa inginya Greg berkumpul kembali bersama keluarga besarnya di tanah kelahirannya.

Semoga suatu saat akan tercapai…

Negaranya sendiri.
Adalah negara yang ingin ditujunya.

Greg ingin mengabdi di sana dengan konsep MIGRASInya.

Perjalanan masih panjang.

Greg tersenyum mengingat masa itu, dan kini impiannya telah menjadi kenyataan. Penantiannya usai…

Program MIGRASI sudah resmi diluncurkan.

(Bersambung ke Episode 3)

Salam

P.H. NoveLLa

Kontak :

ph.novellaz@gmail.com



No comments:

Post a Comment